Yayasan Unilever Indonesia memfokuskan kegiatannya pada 4 program
(issue) utama, yakni (1) Public Health and Education; (2) Humanitarian
Aid Program; (3) Small Medium Enterprise Development Program; dan (4)
Environment Program. Keempat program ini telah ditetapkan oleh Board of
Directors.
Program-program tersebut dibuat berdasarkan pada empat prinsip utama.
Pertama, prinsip relevansi. Program-program yang dikembangkan selaras dengan bisnis.
Kedua, prinsip model. Program percontohan dikembangkan terlebih dahulu sebelum direplikasi di daerah-daerah lain.
Ketiga, prinsip kemitraan. Prinsip ini dimaksudkan untuk menggalang dukungan mitra-mitra strategis yang memiliki visi yang sama.
Keempat, prinsip replikasi. Kegiatan dan pendekatan yang sukses direplikasi di wilayah-wilayah lain.
Berikut ini diuraikan secara ringkas program-program CSR Yayasan Unilever Indonesia:
1) Public Health and Education (PHE) Program.
Public Health and Education Program merupakan program CSR yang
memberi fokus pada kebersihan dan kesehatan dalam masyarakat. Tujuan PHE
Program adalah (1) mempromosikan gaya hidup sehat di masyarakat; dan
(2) mengurangi angka kematian dan angka orang sakit yang disebabkan oleh
diare dan malaria, melalui penyediaan akses sanitasi yang lebih baik
dan perubahan perilaku masyarakat dengan mendorong mereka untuk
menjalankan gaya hidup sehat.
Strategi yang dibangun dalam pelaksanaan program ini yakni
pertama, Unilever mencari pemimpin potensial di dalam masyarakat dengan memberikan sosialisasi tentang program-program PHE.
Kedua, pengembangan kader melalui pelatihan.
Ketiga, para kader kesehatan akan menyebarkan pengetahuan mereka dengan mengadakan
generative training. Dan
keempat,
lahirlah kader kesehatan yang baru. Para kader inilah yang menjadi agen
perubahan di masyarakat dan menjamin keberlanjutan program.
2) Humanitarian Aid Program
Humanitarian Aid Program berfokus pada bantuan kemanusiaan pasca
bencana alam. Unilever bekerja sama dengan beberapa organisasi, seperti
Indonesia Peduli, Peduli Bengkulu, dan
Berbagi untuk Indonesia
dalam mengumpulkan dana dan mendistribusikan bantuan kepada korban
bencana alam pada masa gawat darurat dan rekonstruksi. Beberapa kegiatan
yang dilaksanakan, yakni (1) mendirikan sekolah berstandar
internasional pasca gempa dan tsunami di Aceh (26 Desember 2004) dalam
kerjasama dengan
Media Group; (2) membangun pusat pelatihan pasca gempa dan tsunami Aceh (2004) bersama
Yayasan Nurani Dunia;
(3) mendirikan beberapa fasilitas publik berupa 5 puskesmas, 1 balai
masyarakat, dan 1 taman kanak-kanak pasca gempa 27 Mei 2006 di
Yogyakarta; (4) mendoasikan berbagai produk dan mendirikan dapur umum
dan memproduksi 3.000 nasi bungkus selama 5 hari saat banjir besar
melanda Jakarta (Februari 2007); (5) membangun perbaikan fasilitas di
Pesantren Darujanna dan di sekitar Bengkulu Utara pasca gempa Bengkulu
(12 September 2007); dan (6) menyiapkan dan mendistribusikan 8.000 paket
bantuan untuk korban banjir di kawasan Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
Jakarta dalam kerjasama dengan forum
Berbagi untuk Indonesia.
3) Small Medium Enterprise Development Program
Small Medium Enterprise Development Program dilakukan dalam bentuk
Black Soybean Farmers Development. Program ini dilakukan dalam kerjasama
dengan Universitas Gajah Mada (UGM) untuk melibatkan petani dalam
memproduksi kedelai hitam berkualitas, yang dikenal dengan MALLIKA atau
‘kerajaan’. UGM menyediakan ahli pertanian untuk pendampingan petani,
sedangkan Unilever memberikan jaminan pasar dengan komitmen membeli
komoditas petani dengan harga yang disepakati bersama, dan menyalurkan
bantuan sarana produksi bagi para petani yang membutuhkan melalui
koperasi tani. Program ini juga melibatkan kaum perempuan. Lokasi
pelaksanaan program adalah Ciwalen, Yogyakarta, Nganjuk, dan Trenggalek.
Hingga 2007 sudah dikelola 600 hektar lahan kedelai hitam oleh 600
petani.
4) Environment Program
Environment Program dilaksanakan untuk memecahkan masalah lingkungan,
terutama masalah sampah, yang salah satu sumber utamanya berasal dari
sampah rumah tangga. Environment Program ini dilakukan pertama kali di
Surabaya (2005) dengan tema”Surabaya Green & Clean”. Masyarakat
dididik mengenai pemilahan sampah; sampah organik untuk kompos,
sedangkan sampah an-organik didaur ulang. Di samping itu, masyarakat
juga didorong untuk melakukan penghijauan di sekitar rumah mereka.
Mereka dilatih untuk mengembangkan pengetahuan serta kepemimpinan dan
berperan sebagai teladan bagi warga sekitar, menjadi duta lingkungan
hidup, dan sumber informasi serta gagasan. Sebagai buah dari program
ini, kota Surabaya memperoleh penghargaan internasional Energy Globe
Award karena dinilai berhasil menyelamatkan Sungai Brantas.
Environment Program juga dilakukan di Jakarta pada 2006 dengan tema
“Jakarta Green & Clean” (JGC). Latar belakang program ini adalah
masalah lingkungan yang ditandai dengan kurangnya penghijauan dan
banyaknya timbunan sampah. JGC mengambil bentuk pemberdayaan masyarakat
dalam pelaksanaan programnya. Kegiatan yang dilakukan adalah pengelolaan
sampah, kebersihan, dan penghijauan berbasis masyarakat. Metode yang
dipakai adalah perlombaan. Metode ini dipakai untuk memotivasi
masyarakat. Pada tahun 2007 dilakukan perlombaan tingkat RT. Tahun 2008
diadakan di tingkat RW dengan melibatkan 300 RW. Sedangkan pada tahun
2009 meningkat menjadi 500 RW.
Program-program CSR Unilever Indonesia tersebut berada di bawah
Yayasan Unilever Indonesia yang merupakan perwujudan utama dari komitmen
Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Unilever Indonesia Tbk.
Yayasan Unilever Indonesia dibentuk untuk mewujudkan tujuan PT. Unilever
Indonesia Tbk., yaitu tumbuh bersama masyarakat dan lingkungan dalam
kehidupan yang berkelanjutan.
Sebelum Yayasan Unilever Indonesia terbentuk, program CSR PT.
Unilever Tbk., ditangani langsung oleh departemen/unit kerja perusahaan.
Beberapa program yang dilaksanakan sebelumnya, yakni (1) mengadakan
‘Kampanye Cuci Tangan’ dan ‘Kampanye Sikat Gigi’; (2) membina
supplier kecil dengan cara pemberian pinjaman; (3) pemberian pelatihan kepada
sales dan distributor tentang bagaimana melakukan
delivery produk yang baik; (4) pemberian pelatihan kepada para karyawan agar menjadi karyawan dengan
high quality; (5) pengadaan ruang kerja yang nyaman bagi karyawan; dan (6) membuat pabrik berkonsep ‘
zero waste management’. Tetapi program-program ini tidak membawa dampak yang signifikan karena hanya sebatas ‘
hit and run’ dan ‘
non-sustainable’.
Yayasan Unilever Indonesia dibentuk agar lebih memfokuskan
program-program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk., agar lebih berkualitas
dan berdampak secara
sustainable serta mampu memberi
image yang baik bagi PT. Unilever Indonesia Tbk.
Oleh karena itu, Yayasan Unilever Indonesia menjalankan
program-program CSR dengan misi: (1) melakukan yang terbaik untuk
berbagi sumber daya dan kontribusi untuk menciptakan kualitas yang lebih
baik; (2) dengan cara membuka potensi masyarakat, menambah nilai kepada
masyarakat, mensinergikan kekuatan yang ada dengan sesama mitra kerja,
dan menjadi katalisator dalam membangun kemitraan.
2. Penilaian tentang Pelaksanaan Program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk.
Apabila program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk., tersebut dikaitkan
dengan pandangan dari Kotler dan Lee, maka ada 6 hal yang perlu
diperhatikan, yakni (a) choose only a few social issues to support, (b)
choose issues that are of concern in the communities where you do
business, (c) choose causes that have synergy with mission, values,
products, and services, (d) choose causes that have potential to support
business goals: marketing, supplier relations, increased productivity,
cost reductions, (e) choose issues that are of concern to key
constituent groups: employees, target markets, customers, investors, and
corporate leaders, and (f) choose causes that can be supported over a
long term.
Berikut ini dijelaskan keenam pilihan program menurut Kotler and Lee di atas.
a) Choose only a few social issues to support
Kotler dan Lee, melalui wawancara dengan beberapa eksekutif,
menekankan “the importance of picking only a few major social issues as a
focal point” bagi suatu perusahaan untuk program CSR. Issue sosial
pokok ini membantu perusahaan agar kehadirannya benar-benar berdampak
pada pemecahan masalah sosial tertentu, di mana sumberdaya difokuskan
dan tertuju pada
one cause. Hal ini dapat membantu
perusahaan untuk “say no” to others, dengan menunjukkan prioritas area
untuk programnya. Hal ini dapat dilakukan dalam jangka panjang dengan
mencari mitra yang kuat dan terpercaya dalam melaksanakan program dengan
komitmen untuk waktu yang lama. Akhirnya, dengan menargetkan sumberdaya
di beberapa daerah dapat meningkatkan peluang terhubung dengan
penyebab/akar masalahnya, dan karena itu, akan meningkatkan potensi
brand positioning-nya, dan manfaat pemasaran lain yang diinginkan.
Bila dikaitkan dengan program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk., di
atas, dapat dikatakan bahwa program CSR yang dilakukan melalui Yayasan
Unilever Indonesia mengambil fokus pada 4 isu pokok, yakni PHE Program
yang berfokus pada perilaku hidup bersih dan sehat, Humanitarian Aid
Program dengan fokus pada bantuan kemanusiaan pasca bencana, Small
Medium Enterprise Development Program dengan fokus utama pemberdayaan
komunitas petani penghasil kedelai hitam (ekonomi masyarakat), dan
Environment Program yang berfokus pada pemberdayaan komunitas untuk
pengelolaan sampah. Menurut saya, program-program tersebut tidak merujuk
pada
one cause dengan masalah sosial tertentu dan di area
tertentu, tetapi terbagi dalam beberapa masalah sosial dan dilakukan
beberapa daerah.
b) Choose issues that are of concern in the communities where you do business
Kotler dan Lee menegaskan bahwa program CSR mestinya memilih issue
yang menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat di sekitar lingkungan
bisnis perusahaan. Program yang berfokus pada masalah-masalah yang
dihadapi masyarakat dan mereka yang tinggal di dalamnya dapat
meningkatkan peluang bagi perusahaan untuk diperhatikan dan dihargai di
kalangan “key publics”. Hal ini menambah kredibilitas dan kepercayaan
atas standar laporan tahunan dan diproklamirkan dalam catalog penjualan,
“We believe in giving back to the communities where we do business.”
Hal ini juga dapat membantu memecahkan masalah nyata yang dihadapi dalam
bisnis, seperti memastikan tenaga kerja terlatih di masa depan,
suppliers yang berkualitas, dan bahkan ekonomi yang kuat.
Isu-isu sosial yang diangkat dalam program CSR Yayasan Unilever
Indonesia memang memiliki concern pada masalah-masalah yang dihadapi
komunitas masyarakat di lingkungan bisnis PT. Unilever Indonesia Tbk.
Program yang paling jelas terlihat menjawab permasalahan sosial adalah
program pemberdayaan petani kedelai hitam melalui pendampingan yang
intensif hingga produksi dan pemasaran. Tapi itu saja belum cukup. Para
petani kedelai hitam tidak didampingi sampai pada pengelolaan keuangan
rumah tangga yang menjadi bagian penting dari ekonomi rumah tangga
mereka. Di samping itu, Yayasan Unilever Indonesia tidak melakukan
program yang berkaitan dengan misi perusahaan yang peduli pada pola
hidup bersih dan sehat terhadap komunitas petani penghasil kedelai
hitam.
c) Choose causes that have synergy with mission, values, products, and services
Bagi Kotler dan Lee, perusahaan yang melakukan program CSR perlu memilih
causes
yang sinergis dengan misi, nilai, produk, dan pelayanan perusahaan.
Sama seperti kita mengembangkan dan menawarkan produk dan layanan yang
konsisten dengan misi perusahaan kita, dan kemudian mempromosikan dan
memberikan kepada mereka dengan cara yang mencerminkan nilai-nilai
perusahaan kita, kita juga harus memilih area yang terfokus untuk
inisiatif (program) sosial yang memiliki sinergi yang sama. Ketika
perusahaan berkontribusi pada
causes yang masuk akal, kita
menemukan bahwa konsumen kurang mencurigakan produk kita, para investor
juga cenderung untuk tidak menilai pada hal-hal yang bersifat
peripheral, dan para karyawan lebih menunjukkan keahlian yang dibutuhkan
dan lebih bergairah untuk menjadi sukarelawan.
Program-program CSR Yayasan Unilever Indonesia menunjukkan
sinergisitas dengan misi perusahaan untuk menambah vitalitas kehidupan
melalui pemenuhan kebutuhan nutrisi, kebersihan dan perawatan pribadi
sehari-hari dengan produk-produk yang membantu para konsumen merasa
nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati hidup. Hal ini nyata
dalam program PHE. Nilai, produk dan jasa perusahaan pun sejalan dalam
program PHE tersebut.
d) Choose causes that have potential to
support business goals: marketing, supplier relations, increased
productivity, cost reductions
Kotler dan Lee melihat bahwa program perusahaan dalam melaksanakan CSR perlu memilih
causes
yang potensial untuk mendukung tujuan bisnis, yakni pemasaran, relasi
supplier, menambah produktivitas, dan mengurangi biaya. Sambil merujuk
pada pendapat dari Mikael Porter dari Harvard Business School dan Mark
Kramer (Direktur Strategy Group Foundation), Kotler dan Lee menegaskan
bahwa dukungan yang simultan untuk tujuan bisnis merupakan strategi
filantropi yang benar. Perusahaan dapat memilih untuk mendukung
penyelesaian masalah sosial yang memiliki potensi untuk berkontribusi
pada tujuan bisnis, serta koneksi ke misi perusahaan, nilai, masyarakat,
dan produk serta jasa.
Program CSR Yayasan Unilever Indonesia berupa PHE Program dan Small
Medium Enterprise Development Program sangat berkaitan erat dengan
tawaran pilihan program dari Kotler dan Lee ini. Hanya, menurut saya,
program pemberdayaan masyarakat melalui Environment Program justru
menambah cost yang tidak berkaitan dengan tujuan bisnis PT. Unilever
Indonesia Tbk. Sebenarnya, kalau mau dilihat lebih jauh, produk-produk
PT. Unilever Indonesia Tbk., justru menghasilkan banyak sampah plastik
yang sangat tidak ramah lingkungan
e) Choose issues that are of concern to key
constituent groups: employees, target markets, customers, investors, and
corporate leaders
Kotler dan Lee menggarisbawahi pula bahwa ketika perusahaan memilih
issue, mestinya isu-isu yang dekat dengan kelompok konstituen kunci,
seperti karyawan, target pasar, customer, investor, dan pimpinan
perusahaan. Dukungan untuk program sosial ini akan dimanfaatkan bila
causes-nya
dekat dan akrab dengan ‘key public’, baik internal maupun eksternal.
Keberhasilan program sosial ini mengandalkan koneksi dan upaya-upaya
resonansi yang dilakukan dengan satu atau lebih dari kelompok-kelompok
konstituen kunci. Koneksi tersebut semestinya menjadi faktor penting
dalam pengambilan keputusan tentang
causes apa yang akan didukung.
Program-program CSR Yayasan Unilever Indonesia telah menunjukkan
kerjasama dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan programnya. Hal ini
sangat jelas dari 4 fokus program yang diangkat oleh Yayasan Unilever
Indonesia. Hanya boleh dikatakan bahwa program-program tersebut lebih
cenderung berorienatasi pada target pasar ketimbang karyawan, investor
dan pimpinan perusahaan. Barangkali hal ini merupakan konsekuensi dari
pelaksanaan program CSR yang diserahkan kepada Yayasan. Sementara yang
berkaitan dengan karyawan lebih ditangani oleh pihak managemen
perusahaan.
f) Choose causes that can be supported over a long term
Akhirnya Kotler dan Lee melihat hal penting yang lain dalam memilih program (CSR), yaitu memilih
causes yang akan didukung dalam jangka waktu yang lama. Untuk mencapai manfaat yang maksimal bagi perusahaan (
and the cause),
sering bergantung pada komitmen jangka panjang, pada umumnya tiga tahun
atau lebih. Seperti halnya dengan upaya komunikasi yang intens,
dibutuhkan banyak eksposure untuk menangkap pesan dan
peristiwa-peristiwa sebelum didalami lebih jauh, dan sebelum audience
ditargetkan guna upaya penggalangan dana dan terutama sebelum kampanye
perubahan perilaku dilakukan.
Pada bagian akhir, Kotler dan Lee mengingatkan bahwa mereka yang
menerapkan prinsip ini perlu bertanya pada diri sendiri dan partnernya:
(1) apakah upaya ini akan menjadi salah satu yang akan menjadi perhatian
sosial selama beberapa tahun ke depan; (2) apakah itu berkaitan
langsung dengan misi perusahaan, nilai, produk dan jasa; (3) apakah
key publics akan terus peduli pada program tersebut.
Yayasan Unilever Indonesia dalam melaksanakan program CSR PT.
Unilever Indonesia Tbk., telah menunjukan komitmennya dalam kaitan
dengan sustainable. Namun, perlu dikritisi pula bahwa program-program
seperti PHE Program dan Environment Program yang berkaitan dengan pola
hidup bersih dan sehat merupakan program yang bersentuhan langsung
dengan mental masyarakat Indonesia. Ukuran 3 tahun sebagaimana dalam JCG
Program bukanlah waktu yang ideal untuk mengukur perubahan perilaku
masyarakat Jakarta. Memang ada perubahan secara fisik dalam hal
penghijauan, tetapi Jakarta masih dinodai dengan masalah sampah. Dan
metode yang digunakan melalui perlombaan hanya menghasilkan target
jangka pendek.
3. Rekomendasi bagi PT. Unilever Indonesia Tbk
Program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk., yang ditangani Yayasan
Unilever Indonesia memang lebih diarahkan untuk program yang bercorak
eksternal perusahaan. Berikut ini direkomendasikan program CSR Internal
PT. Unilever Indonesia Tbk., disertai jenis evaluasi yang sesuai.
a. Program CSR Internal
Rekomendasi untuk program CSR internal PT. Unilever Indonesia Tbk.,
dapat dirujuk pada beberapa poin yang berhubungan dengan karyawan dan
managemen sebagaimana digambarkan oleh Vives dan Papasolomou-Doukakis,
cs., serta Al-bdour, cs., di bawah ini.
Vives mendefinisikan CSR internal sebagai perilaku tanggung jawab
secara sosial dan lingkungan. “Internal corporate responsibility as
socially and environmentally responsible behavior”.
Lebih lanjut, Vives menambahkan bahwa perhatian utama dari CSR meliputi
“the health and well-being of workers, their training and participation
in the business, equality of opportunities, work-family relationship,
and some corporate governance (independent audits, CSR in suppliers,
internal control of corruption practices).”
Di samping itu, Papasolomou-Doukakis cs.
,
dalam studinya yang mengangkat isu “philanthropic measures and the
stewardship CSR projecst” menekankan karyawan sebagai bagian penting
dari perusahaan dan perlu mendapat perhatian melalui program CSR.
Papasolomou-Doukakis dkk., menunjuk 9 (Sembilan) kriteria CSR untuk
karyawan, yakni:
1) To provides a work environment which is staff and family friendly
2) To engage in responsible human resource management
3) To provide an equitable reward and wage system for employees
4) To engage in open and flexible communication with employees
5) To invest in Training and Education
6) To encourage freedom of speech and allow employees the rights to speak up and report their concerns at work
7) To provide child care support/paternity/maternity leave
8) To engage in employment diversity by hiring and promoting women, ethnic minorities and the physically handicapped, and
9) Promote dignified and fair treatment of all employees.
Tambahan lagi, studi dari A. Ali Al-bdour, cs.,
menunjuk lima dimensi yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan CSR
internal yang berbasis pada hak para karyawan, yakni training and
education, health and safety and human rights instruments development,
work life balance, dan workplace diversity. Ternyata kelima dimensi
tersebut sangat berpengaruh pada organizational commitment terhadap
perusahaan, seperti affective commitment, normative commitment, dan
continuance commitment.
Memang dalam laporan tentang pelaksanaan CSR oleh PT. Unilever
Indonesia Tbk., telah disebutkan juga empat program yang ditangani oleh
pihak managemen berkaitan dengan CSR internal, seperti pemberian
pelatihan kepada sales dan distributor tentang bagaimana melaksanakan
delivery produk yang baik, memberikan pelatihan kepada para karyawan
agar menjadi karyawan dengan high quality, pengadaan ruang kerja yang
nyaman bagi karyawan, dan membuat pabrik berkonsep ‘zero waste
management’.
Catatan penting untuk PT. Unilever Indonesia Tbk., agar mengembangkan
program CSR internal yang lebih memperhatikan hak dan kewajiban
karyawan dan managemen perusahaan di atas.
b. Jenis Evaluasi yang sesuai untuk program CSR PT. Unilever Indonesia Tbk.
Yayasan Unilever Indonesia selalu mengadakan rapat tahunan yang
diikuti oleh Board of Directors hingga para pelaksana program untuk
mengevaluasi program CSR PT. Unilever Tbk. Di samping itu, tiap bulan
diadakan rapat bulanan untuk mengevaluasi program yang sedang berjalan.
Rapat bulanan ini hanya diikuti oleh para pelaksana program. Sementara
untuk program JGC, dilakukan monitoring dengan mekanisme laporan rutin
dari lapangan dan evaluasi melalui rapat internal antara Environment
Program Manager, Environment Program officers, dan tim motivator tiap
dua minggu sekali. Evaluasi ini untuk mengetahui progress dan kedala di
setiap wilayah. Sedangkan rapat evaluasi dengan para mitra pelaksana JGC
dilaksanakan setiap bulan. Evaluasi tahunan JGC dilaksanakan melalui
rapat dengan pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program (tim
motivator dan para mitra).
Melihat model evaluasi di atas, maka dapat dikatakan bahwa Yayasan
Unilever Indonesia mengevaluasi program CSR secara formatif dan sumatif.
Catatan penting untuk evaluasi ini adalah apakah “progam yang dilakukan
berjalan sebagaimana rencana yang dibuat serta sesuai dengan tujuan
akhir yang hendak dicapai.”
Menurut Prayogo, “variable utama yang perlu dinilai dalam evaluasi
mengacu kepada variable tujuan program atau proyek dan kemudian
mengukurnya seberapa jauh capaian program menurut indicator tujuan
dimaksud.”Untuk melihat keberhasilan suatu program, maka perlu dilihat dari
impacts terhadap masyarakat yang dibangun. Bagi Prayogo, sebaiknya
evaluasi dilakukan oleh pihak ketiga yang mengedepankan etika evaluasi
yang netral, obyektif, dan value free. Dan pendekatan pun dapat
dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.
Evaluasi ini penting untuk meningkatkan business performance, social
legitimacy, dan legal compliance PT. Unilever Indonesia Tbk.
*Tugas Kampus Gunadarma*